MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT
Dosen pembimbing: Aizun Najih, S.Psi
Disusun oleh:
Muhammad Dzul Hilmy (4116061)
Nur Inayatul Wafiya (4116085)
FAKULTAS TEKNIK
PRODI S1 SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
terucapkan dari lisan seorang hamba yang dho’if untuk mensyukuri segala macam
nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita, berbagai macam nikmat yang
tiada kesanggupan bagi kita untuk menghitungnya, namun yang harus kita syukuri
lebih awal ialah nikmat islam dan iman serta hidayahNya, dan tak lupa pula kita
senantiasa menghaturkan Sholawat serta salam untuk seseorang yang sangat mulia
diantara kita bahkan Allah SWT-pun sangat memuliakan dan bersholawat kepadanya,
yakni baginda Rasulallah SAW. Karena jasa beliau lah yang telah mengeluarkan
kita dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang penuh dengan
kemajuan ini.
Dan sungguh tiada
manusia yang sempurna di muka bumi ini kecuali Rasulallah SAW, dan kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
keritik dan saran yang bersifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam wacana ilmu pengetahuan, banyak orang memandang bahwa
filsafat adalah merupakan bidang ilmu yang rumit, kompleks dan sulit dipahami
secara definitif. Selama manusia hidup sebenarnya tidak seorang pun dapat
terhindar dari kegiatan berfilsafat, dengan kata lain perkataan setiap orang
dalam hidupnya senantiasa berfilsafat, sedangkan berdasarkan pernyataan
tersebut maka sebenarnya filsafat itu sangat mudah dipahami. Jikalau orang
berpendapat bahwa dalam hidup ini materi lah yang esensial dan mutlak, maka
orang tersebut berfilsafat materialisme. Jikalau seseorang berpandangan
kebenaran pengetahuan itu sumbernya rasio maka orang tersebut telah berfilsafat
rasionalisme, demikian juga jikalau seseorang berpandangan bahwa didalam hidup
ini yang terpenting adalah kenikmatan, kesenangan dan kepuasan lahiriah. Maka
paham ini disebut paham hedonisme, demikian juga jikalau seseorang berpandangan
bahwa dalam hidup masyarakat maupun negara yang terpenting adalah kebebasan
individu, maka orang tersebut berpandangan individualisme, liberalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
FILSAFAT
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein”
yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau
“kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution. 1973). Jadi secara hafirah
istilah “filsafat” mengandung makna Cinta Kebijaksanaan. Dan nampaknya
hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya
dibawah naungan filsafat. Namun demikian jika kita membahas pengertian filsafat
dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak bidang bahasa
antara lain tantang manusia, alam, pengetahuan, etika, logika, dan lain
sebagainya.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut
dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama : Filsafat
sebagai produk yang mencakup pengertian.
1.
Filsafat
sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran – pemikiran dari para filsuf
pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan sesuatu aliran atau sistem filsafat
tertentu. Misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain
sebagainya.
2.
Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari
persoalan yang bersumber pada akal
manusia.
Kedua : Filsafat
sebagai suatu proses yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu
aktivitas berfilsafat. Dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam
pengertian filsafat merupakan suatu pengetahuan yang bersifat dinamis.
Adapun cabang – cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut :
1.
Metafisiks, yang membahas tentang hal – hal yang bereksistensi dibalik fisis
yang meliputi bidang – bidang, ontologi, kosmologi, dan antropologi.
2.
Epistemologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3.
Metodelogi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan.
4.
Logika, yang berkaitan dengan pesoalan filsafat berfikir, yaitu rumus –
rumus dan dalil – dalil berfikir yang benar.
5.
Etika, yang berkaitan dengan persoalan moralitas dan tingkah laku manusia.
6.
Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan
B.
KESATUAN SILA –
SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Kesatuan sila – sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, serta dasar aksiologis dari sila – sila pancasila. Secara filosofis
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat yang memiliki, dasar
ontologis, dasar epistomologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda
dengan sistem filsafat yang lainnya, misalnya materialisme, liberalisme,
pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain – lain faham filsafat di dunia.
1.
Dasar Ontologis
Sila – Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya
kesatuan yang menyangkut sila – silanya saja melainkan juga meliputi hakikat
dasar dari sila – sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar
ontologis sila – sila Pancasila. Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya
adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena
itu hakikat dasar juga disebut sebagai dasar antropologis sila – sila
Pancasila.
Hubungan kesatuan antara negara dengan landasan sila – sila
Pancasila adalah berupa hubungan sebab – akibat yaitu negara sebagai pendukung
hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal
hubungan. Landasan sila – sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil adalah sebagai sebab, adapun negara adalah sebagai akibat.
2.
Dasar
Epistemologis Sila – Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem ideologi maka,
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari
pendukungnya yaitu:
a.
Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya.
b.
Pathos, yaitu penghayatannya.
c.
Ethos, yaitu kesusilaanya (Wibisono, 1996:3). Sebagai suatu sistem
filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur rasional, terutama
dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu: Pertama
tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran
pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus,
1984:20).
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana dipahami
bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai – nilai yang ada pada
bangsa indonesia itu sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya
merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja, namun
dirumuskan oleh wakil – wakil bangsa indonesia dalam mendirikan negara. Dengan
lain perkataan bahwa, bangsa indonesia adalah sebagai penguasa materialis Pancasila.
Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila – sila
Pancasila mau pun isi arti sila – sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila
meliputi tiga hal yaitu: Pertama, isi arti Pancasila yang umum universal
yaitu hakikat sila – sila Pancasila. Isi arti sila – sila Pancasila yang umum
universal ini merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan
pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang – bidang kenegaraan
dan tertib hukum indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan kongrit. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu
isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti Pancasila yang
bersifat khusus dan konkret yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis
dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus konkret
serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975:36,40).
Pembahasan berikutnya adalah pandangan Pancasila tentang
pengetahuan manusia. Sebagai mana dijelaskan di awal, bahwa masalah
epistemologi Pancasila diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia.
Maka konsepsi dasar ontologis sila – sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis
merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila. Menurut Pancasila bahwa
hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki
unsur – unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga
(jasmani) dan jiwa (rohani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur –
unsur: fisis anorganis, vegetativ, dan animal.
3.
Dasar
Aksiologis Sila – Sila Pancasila
Sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki
satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai – nilai yang terkandung dalam
Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai
macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing – masing dalam menentukan tentang pengertian nilai yang
tertinggi adalah nilai material. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai,
hanya nilai apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan
manusia.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Notonagoro merinci nilai
disamping bertingkat juga berdasarkan jenisnya, ada yang bersifat material dan
nonmaterial. Dalam hubungan ini manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda,
tergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing – masing. Ada
sekelompok orang mendasarkan pada orientasi nilai material, namun ada pula yang
sebaliknya yaitu, berorientasi pada nilai nonmaterial.
a.
Teori Nilai
Sebagaimana dijelaskan di awal, Max Scheler mengemukakan bahwa
nilai – nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai – nilai itu secara
nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai
– nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai – nilai dapat dikelompokkan
dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1.
Nilai – nilai
kenikmatan: Dalam tingkat
ini terdapat deretan nilai – nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (Die
Wertreihe des Angnehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau
menderita tidak enak.
2.
Nilai – nilai
kehidupan: Dalam tingkat
ini terdapatlah nilai – nilai penting bagi kehidupan (Werte des Vitalen
Fuhlens) misalnya kesehatan.
3.
Nilai – nilai
kejiwaan: Dalam tingkat ini terdapat nilai – nilai
kejiwaan (geistige werte) yang
sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
4.
Nilai – nilai
kerohanian: Dalam tingkatan
ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci (Wermodalitas
des Heiligen und Unheiligen).
Walter G. Everelt menggolong
– golongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu sebagai
berikut:
1.
Nilai ekonomis,
(ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli).
2.
Nilai
kejasmanian, (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan
badan).
3.
Nilai hiburan,
(nilai – nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada
pengayaan kehidupan).
4.
Nilai sosial,
(berasal muladari berbagai macam bentuk perserikatan manusia).
5.
Nilai watak,
(keseluruah dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).
6.
Nilai estetis,
(nilai – nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7.
Nilai
intelektual, (nilai – nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8.
Nilai – nilai
keagamaan.
Sedangkan Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1.
Nilai meterial,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
atau aktivitas.
2.
Nilai vital,
adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
atau aktivitas.
3.
Nilai
kerohanian, adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani.
Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam.
a.
Nilai
kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
b.
Nilai keindahan
atau estetis, yang besumber pada unsur perasaan (aesthetis, gevoel, rasa)
manusia.
c.
Nilai kebaikan
atau moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa)
manusia.
d.
Nilai religius,
yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Masih banyak lagi cara pengelompokan nilai – nilai.
b.
Nilai – Nilai
Pancasila sebagai Suatu Sistem
Isi arti sila – sila pada hakikatnya dapat dibedakan atas, hakikat
pancasila yang umum universal, yang merupakan substansi sila – sila Pancasila,
sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar
negara yang brsifat umum atau kolektif serta aktualisasi Pancasila yang
bersifat khusus dan konkret dalam berbagai bidang kehidupan. Hakitat sila –
sila Pancasila (substansi Pancasila) merupakan nilai – nila, sebagai pedoman
negara adalah norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi konkret
Pancasila.
Nilai – nilai Pancasila yang tergantung dalam sila I sampai dengan
sila V, Pancasila merupakan cita – cita, harapaan, dan dambaan bangsa Indonesia
yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Sejak dahulu kala nilai – nilai itu
selalu didambakan, dicita – cita bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat
yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah loh jinawi, dengan penuh
harapan diupayakan terealisasi dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia
Indonesia.
Nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai
tingkatan dan bobot yang berbeda, namun nilai – nilai itu tidak saling
bertentangan. Akan tetapi nilai – nilai itu saling melengkapi, hal ini
disebabkan sebagai suatu substansi, Pancasila itu merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh, atau kesatuan organik (organik whole).
Suatu hal yang diberikan penekanan lebih dahulu yakni meskipun
nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot
nilai yang berbeda, yang berarti ada “keharusan” untuk menghormati nilai yang
lebih tinggi, nilai – nilai yang berbeda tingkatan dan bobot nilainya itu tidak
saling berlawanan atau bertentangan, melainkan saling melengkapi.
C.
PANCASILA
SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN NEGARA RI
1.
Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai – nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu, sebagai suatu dasar filsafat maka sila – sila
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Dalam
pengertian inilah sila – sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat, karena
merupakan suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah – pisah dan
memiliki makna sendiri – sendiri, melainkan memiliki esensi makna yang utuh.
Dalam hubungannya dengan pengertian nilai diatas, Pancasila
tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai
material dan nilai vital karena, pada hakikatnya menurut pancasila bahwa negara
adalah perpaduan jasmani dan rohani. Selain itu, Pancasila yang merupakan
nilai – nilai kerohanian itu di dalamnya terkandung nilai – nilai lainnya secara
lengkap dan harmonis, baik nilai material, vital, kebenaran (kenyataan),
estetis, etis maupun nilai religius.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai – nilai Pancasila adalah
bersifat subjektif, artinya esensi nilai – nilai Pancasila adalah bersifat universal,
yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan, sehingga
dimungikinkan dapat diterapkan pada negara lain, walaupun barangkali namanya
bukan Pancasila. Artinya jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa
negara Berketuhanan, Berpersatuan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan
dan Berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar
filsafat dari sila – sila Pancasila.
Nilai – nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Rumusan dari
sila – sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat – sifat yang umum universal dan abstrak, karena
merupakan suatu nilai.
b.
Inti nilai –
nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia
dan mungkin juga pada bangsa lain, baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan,
kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
c.
Pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai
pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum
positif di Indonesia.
Sebaliknya nilai – nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaan nilia – nilai Pancasila bergantung atau terlekat pada bangsa
Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Nilai – nilai
Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kuasa
materialis. Nilai – nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis,
serta hasil refleksi folosofis bangsa Indonesia.
b.
Nilai – nilai
Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran,
kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c.
Nilai – nilai
Pancasila di dalamnya terkandung ketujuh nilai – nilai kerohanian yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan etis, estetis dan nilai religius
yang menifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber
pada kepribadian bangsa (lihat Darmodiharjo, 1996).
2.
Nilai – Nilai
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai – nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia.
Sebagai sumber dari suatu hukum dasar, secara objektif merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran, cita – cita huku, secara cita – cita moral yang
luhur dan yang meliputi suasana
kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 8 Agustustus 1945
telah ditetapkan dan di abstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila
dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik
Indonesia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1966.
Nilai – nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental.
Pokok pikiran pertama menyatakan baghwa negara Indonesia adalan negara persatuan, yaitu negara yang
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala
paham golongan maupun persoalan. Hal ini merupakan penjabaran sila ke tiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa, negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini
negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini
sebagai penjabaran sila ke lima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa, negara berkedaulatan
rakyat. berdasarkan atas kerakyatan dan dan permusyawaratan / perwakilan. Hal ini
menunjukkan bahwa negara indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulata di
tangan rakat. Hal ini sebagai penjabar sila ke empat.
Pokok pikiran keempat bahwa, negara berdasarkan atas
ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.hal ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi ke beradapan semua
agama dalam pergaulan hidup negara.halini merupakan penjabaran siala pertama
dan ke dua.
D.
PANCASILA
SEBAGAI IDIOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
Istilah ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti “gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita – cita” dan “logos” yang berarti “ilmu”. Kata “idea”
berasal dari kata Yunani “eiios” yang artinya “bentuk”. Dan
disamping itu, ada kata “idein” yang artinya “melihat”. Maka
secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian – pengertian dasar. Dalam
pengertian dasar sehari – hari, “idea” disamakan artinya dengan “cita
– cita”. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila
diangkat dari nilai – nilai adat istiadat, nilai – nilai kebudayaan serta nilai
– nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara, perkataan unsur yang merupakan unsur materi Pancasila
tidak lain diangkat dari pandangan hidum masyarakat Indonesia sendiri, sehingga
bangsa ini merupakan kausa materealis asal bahan (Pancasila).
BAB III
KESIMPULAN
Secara istilah
filsafat mengandung makna Cinta Kebijaksanaan. Hal ini tampaknya sesuai dengan
sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya dibawah naungan filsafat. Jadi
manusia dalam kehidupan pasti memilih pandangan hidup yang dianggap paling
benar, paling baik, dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan
manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah itulah yang disebut
filsafat. Pilihan manusia atau bangsa dalam menentukan tujuan hidupnya ini
dalam rangka untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Pancasila yang
terdiri atas bagian – bagian yaitu sila – sila Pancasila, setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri – sendiri untuk tujuan
tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Isi sila – sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar
filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing – masing merupakan
suatu asas peradaban. Namun demikian, sila – sila Pancasila itu merupakan suatu
unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Maka dasar filsafat negara
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bersifat majmuk tunggal (majmuk artinya
jamak) (tunggal artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri terpisah dari sila yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo,
Darji. 1978. Pokok – pokok Filsafat Hukum. Jakarta. PT. Gramedia.
Kaelan. 2002. Filsafat
Pancasila Pandangan Hidup Bangsa. Yogyakarta: Paradigma.
Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafah Negara. Jakarta.
Pantjuran Tudjuh Cetakan ke-4.
Mahendra Yusril
Ihza. 1992. Ideologi dan Negara, dalam Gazali (ed), Yusril Ihza Mahendra
Tokoh Intelektual Muda. Jakarta: Rajawali.
Kaelan, 1983, Proses
Perumusan Pancasila dan UUD 1945, Liberty, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar